This is default featured slide 3 title
This is default featured slide 4 title
Test 1

HAMBA YANG SETIA

Matius 25:21 “Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia; engkau telah setia dalam perkara kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu.”

Ayat diatas merupakan ayat yang berbicara tentang talenta. Talenta disini adalah uang, bukan bakat. Kita tentu sudah pernah membaca kisah ini secara keseluruhan dimana sang tuan mempercayakan talenta kepada hamba-hambanya. Yang seorang dipercayakan 5 talenta, yang seorang 2 talenta, dan seorang lagi 1 talenta. Saat tuannya kembali ternyata hamba yang mendapat 5 talenta menghasilkan 5 talenta, yang mendapat 2 talenta menghasilkan 2 talenta, namun hamba yang mendapat 1 talenta tidak menghasilkan apa-apa karena ia menanam talentanya. Dua orang hamba yang mendapat 5 dan 2 talenta itu menghasilkan laba 100%. 100% ini berarti maksimal. Maka saat mereka menghadapi penilaian akhir tuannya, mereka mendapatkan pujian “Baik sekali perbuatanmu hambaku yang baik dan setia” dan mereka pun masuk dalam kebahagiaan tuannya.

Namun hamba yang menerima 1 talenta tidak mendapat hasil, maka talenta yang ada padanya diambil daripadanya dan ia sendiri dicampakkan ke dalam kegelapan dimana terdapat ratap dan kertak gigi.
Apa yang bisa kita pelajari dari kisah diatas?
1. Tuhan tidak menuntut apa yang tidak ada pada kita tetapi Tuhan menuntut apa yang sudah Ia percayakan kepada kita.

2. Tuhan tidak pernah mau dirugikan. Ketika kita tidak produktif, membuang-buang waktu dengan sia-sia dan tidak menghasilkan apa-apa, apalagi saat kita sudah melayani dan diberi kepercayaan oleh Tuhan namun kita menyia-nyiakannya, berarti kita sudah merugikan Tuhan maka Tuhan akan berurusan dengan kita! Namun banyak orang yang beralasan “beda orang, beda kemampuan”. Ini adalah alasan yang dibuat-buat oleh orang yang tidak mau memaksimalkan kemampuannya. Menurut penelitian, seumur hidup manusia, manusia pada umumnya mempergunakan hanya sebagian kecil dari kemampuan otaknya. Dua hamba itu memaksimalkan diri sehingga hasil yang mereka dapatkan pun maksimal. Karena itu jangan malas! Orang yang tidak mau dididik dengan kata-kata, akan dididik dengan peristiwa. Lebih baik belajar dari pengalaman orang lain daripada pengalaman itu menimpa kita. Orang-orang yang tidak mau dididik dengan kata-kata atau tidak mau belajar dari pengalaman orang lain adalah orang-orang yang tidak mau belajar. Alkitab berkata bahwa hamba yang menerima 1 talenta menanam talentanya. Padahal kalau dipikir secara logika, menggali tanah dan menanam itu butuh kerja juga! Berarti hamba itu bekerja namun bekerja sia-sia.

3. Untuk menjadi hamba yang setia membutuhkan proses. Setia berbeda dengan rajin. Rajin bisa dipatahkan menjadi malas dan kemudian menjadi merosot.
Definisi kata “Setia” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah “berpegang teguh (pada janji, pendirian, dan sebagainya); patuh; taat.” Dengan demikian, “Setia” tidak seindah kalimat yang mengikutinya untuk menjadi suatu kalimat yang puitis. Namun kesetiaan ada saat kita menghadapi kehidupan nyata dengan segala realitanya. Setia tidak hadir di pesta pernikahan tetapi teruji saat melewati badai kehidupan. Setia tidak hadir saat suami istri dalam saat-saat bahagia. Setia hadir dalam sungai air mata dan pengalamam-pengalaman memilukan. Setia hadir dan muncul di tengah badai dan keadaan huru hara. Setia bersaudara kembar dengan penderitaan dan bukan hanya penderitaan biasa tetapi penghancuran segala-galanya, termasuk pengkhianatan yang menyakitkan. Setia juga hadir saat kita berniat untuk mengangkat koper dan meninggalkan pelayanan, disitulah kesetiaan diperlukan.

4. Setia dan tanggung jawab saling berkaitan dan tak bisa dipisahkan.

Kalau kita membaca kisah diatas, setelah sang tuan menerima laba dari hamba-hambanya, maka hamba-hamba yang menghasilkan laba 5 dan 2 talenta diberikan kepercayaan yang lebih besar.
Dengan demikian saat kita mengimani janji Tuhan bahwa kita akan diangkat menjadi kepala dan bukan ekor, naik dan tidak turun, jangan berpikir bahwa naik menjadi kepala itu naik mobil mewah, dihormati dimana-mana, dan segala kesenangan lainnya. Naik menjadi kepala sesungguhnya adalah mendapat kepercayaan/tanggung jawab yang lebih besar. Maka saat Tuhan mendapati kita setia, kita akan dipercayakan hal-hal yang lebih besar lagi.

By : Pdt. DR. R. F.Martino