This is default featured slide 3 title
This is default featured slide 4 title
Test 1

“MILIKILAH MENTALITAS YANG TERUJI DAN TERPUJI”

2 Timotius 2:3-4 “3 Ikutlah menderita sebagai seorang prajurit yang baik dari Kristus Yesus 4 Seorang prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya”

Selama manusia masih hidup dan menjalani hidupnya kita akan berhadapan dengan apa yang namanya realitas hidup. Kenyataan-kenyataan hidup menyenangkan atau tidak menyenangkan, suka atau duka. Seringkali kita lupa, khususnya kita orang-orang percaya, yang selalu hanya menekankan urusan rohani. Ad keterkaitan antara iman dan mentalitas yang tidak dapat dipisahkan.

Di dunia sekuler justru sebaliknya, seminar-seminar motivasi yang membuat banyak orang menjadi kagum oleh karena jarang mendengar kalimat-kalimat hikmat, kalimat-kalimat indah dan mereka terpesona sehingga mereka lupa justru suatu bimbingan atau pelatihan sesungguhnya membentuk mentalitas seseorang sehingga dikenal satu bentuk pengajaran yaitu The Power of Mind. Padahal kita tahu justru mind itu ada di dalam pola pikir (mindset) atau ada dalam unsur jiwani kita, jadi sebenarnya hanya untuk orang yang lemah mental yang dilayani secara psikologis dari sisi itu untuk membawa mereka tidak sampai mentalnya menjadi rapuh.

Mentalitas setiap orang percaya terlebih kita pelayan Tuhan tidak hanya meningkatkan kualitas rohani atau iman melainkan harus memiliki mentalitas yang teruji dan terpuji.

Faktor mentalitas sering tidak menjadi perhatian untuk dikualitaskan, padahal ada begitu banyak orang percaya/pelayan Tuhan yang rohani atau imannya cukup baik, tetapi mentalitasnya parah.

Kegiatan-kegiatan rohani dan jabatan-jabatan rohani tidak menjadi jaminan bahwa mentalitas orang itu baik atau mentalitas orang itu teruji dan terpuji.

Elia dan Yunus adalah nabi Allah, tetapi minta mati.
1 Raja-Raja 19:4 “Tetapi ia sendiri masuk ke padang gurun sehari perjalanan jauhnya, lalu duduk di bawah sebuah pohon arar. Kemudian ia ingin mati, katanya: “Cukuplah itu! Sekarang, ya TUHAN, ambillah nyawaku, sebab aku ini tidak lebih baik dari pada nenek moyangku.”

Berapa banyak kita yang gagah perkasa didalam berbicara, berkhotbah, dalam bersaksi, dalam membimbing orang tetapi begitu mengalami masalah justru tidak dapat diselesaikan tidak dapat diatasi dan malah mau mencoba lari dari masalah. Jadi ini juga pelajaran bagi orang-orang yang merasa gagah perkasa dalam hal-hal rohani dengan sangat mudah Iblis bisa mematahkan kita.

Ingat lari dari masalah bukan penyelesaian melainkan awal dari bencana baru! Setiap orang harus memiliki mentalitas yang teruji dan terpuji sebagaimana Kristus
Saya berkata seperti ini bukan berpihak pada kehebatan atau membesar-besarkan kehebatan Iblis, karena Tuhan mengajarkan kita untuk tidak takut kepada Iblis tapi Alkitab juga mengajar kita untuk tidak meremehkan iblis .
Apapun pengalaman iman yang terhebat yang kita miliki kalau kita tidak jadikan itu sebagai suatu pembentukan yang Tuhan berikan secara pribadi kepada kita, maka mentalitas kita akan rusak karena semua yang riil hubungannya kepada kemampuan iman yang dinyatakan didalam mentalitas kita. Jadi bukan mentalitas manusia lahiriah lagi tapi mentalitas yang sudah dipenuhi dengan kekuatan ilahi, hasil daripada pengalaman hidup oleh roh mengandalkan Tuhan dan mentaati Firman.
Setiap hari mungkin kita tidak menyadari tapi ada baiknya kita intropeksi dan mulai menyelidiki diri kita masing-masing bahwa setiap hari kadang kala kita kalah, mentalitas kita dirusak oleh Iblis melalui realitas hidup. Makanya kita hanya tahu memakai bahasa rohani yaitu pembentukan Tuhan. Jadi kalau kita tahu bahasa rohaninya adalah pembentukan Tuhan, apa yang dibentuk? Iman kita sekaligus mentalitas kita karena mentalitas dipakai menghadapi kenyataan-kenyataan hidup yang ada, jadi kalau isinya belum dikuduskan oleh kekuatan roh, iman itu akan menjadi parah.

Kenapa Elia bisa seperti itu? Seperti itulah kemanusiaannya, kemanusiaan yang dikendalikan oleh semua unsur jiwani: kehendak sendiri, pikiran sendiri, perasaan sendiri. Kenapa Yunus bisa seperti itu? Sama halnya dengan Nabi Elia, itulah kemanusiaannya.

Oleh karena itu kita memahami hal ini agar supaya kita bukan hanya menganggap bahwa kalau saya urus rohani saya dengan sendirinya mentalitas itu jadi teruji, tidak! Tidak terjadi dengan sendirinya karena ia akan diuji oleh realitas hidup kita, dan kalau kita lulus barulah teruji.
Salah satu pembentukan mentalitas yang teruji dan terpuji ini adalah penderitaan.

Mengapa Harus Memiliki Mental Prajurit
Hidup oleh iman adalah medan peperangan rohani. Oleh karena itu, kalau kita sudah memiliki dan memahami ini adalah pergumulan iman dalam hidup ini, supaya hidup kita tetap layak dan berkenan dihadapan Tuhan sesuai dengan FirmanNya dan kita hidup di dalamNya mari kita menyadari bahwa itu tidak bisa terlepas dengan apa yang namanya mentalitas.

Lukas 22 : 31-34 “31 Simon, Simon, lihat, Iblis telah menuntut untuk menampi kamu seperti gandum, 32 tetapi Aku telah berdoa untuk engkau, supaya imanmu jangan gugur. Dan engkau, jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah saudara-saudaramu.”33 Jawab Petrus: “Tuhan, aku bersedia masuk penjara dan mati bersama-sama dengan Engkau!” 34 Tetapi Yesus berkata: “Aku berkata kepadamu, Petrus, hari ini ayam tidak akan berkokok, sebelum engkau tiga kali menyangkal, bahwa engkau mengenal Aku.”

Jangan menganggap diri terlalu kuat sehingga mengira tidak ada Iblis yang bisa mencobai saudara, Iblis tidak pernah kehilangan cara untuk menghancurkan umat Tuhan. Bahkan, cara etispun iblis bisa lakukan untuk menjatuhkan anak Tuhan.

Iblis tidak punya hak untuk merasuki kita, tetapi ia bisa merasuki kita kalau kita buka celah! Yaitu melalui unsur jiwani. Kalau kita tidak mau menaklukan unsur jiwani kita kepada unsur Roh
II. Inilah Situasi dan kondisinya

2 Korintus 1 : 8-9 “8 Sebab kami mau, saudara-saudara, supaya kamu tahu akan penderitaan yang kami alami di Asia Kecil. Beban yang ditanggungkan atas kami adalah begitu besar dan begitu berat, sehingga kami telah putus asa juga akan hidup kami. 9 Bahkan kami merasa, seolah-olah kami telah dijatuhi hukuman mati. Tetapi hal itu terjadi, supaya kami jangan menaruh kepercayaan pada diri kami sendiri, tetapi hanya kepada Allah yang membangkitkan orang-orang mati”.

Setiap orang akan mengalami, tetapi kalau kita memahami secara iman kita tahu bahwa putus asa bukan jalan buntu.
By : Pdt. R.F Martino